Jagakali Art Festival III: Wong Waras

Sebuah Catatan

Jagakali Art Festival merupakan perhelatan yang dilaksanakan oleh Gardu Unik (Cirebon) sejak 2007. Perhelatan kali ketiga ini, saya berkesempatan untuk men-direct Jagakali Art Festival yang diadakan pada 25-26 September 2010 oleh komunitas Gardu Unik bersama Evolution Production dan Keluarga Pelaku Seni dan Desain Cirebon (KPSDC); dengan mengangkat tema Wong Waras. Tema yang diangkat pada perhelatan kali ketiga ini sangat berbeda dengan tema Jagakali Art Festival sebelumnya; Jagakali Art festival I (8-9 Oktober 2007) bertajuk “Menjaga Arah Angin” dan pada Jagakali Art Festival II (25-26 April 2009) diangkat tema “Sirkulasi Air”. Tema kali ini, Jagakali Art Festival merepresentasikan wong waras sebagai faktor, penyebab, solusi dan imbas dari persoalan massa; dari Independen Audit Goverment (IAG) terdapat data yang menyatakan pembuatan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dikenakan biaya mencapai Rp. 1.000.000,- yang kiranya memberatkan seorang buruh bangunan serta masih banyak masyarakat Cirebon yang mengkonsumsi sega aking – nasi sisa yang dikeringkan.

Cirebon adalah salah satu kota di provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi masyarakat dan kekayaan alam untuk berkembang pesat; termasuk wacana pembentukan Provinsi Cirebon. Dengan kesadaran terhadap kemajemukan di Cirebon, Gardu Unik untuk kali ketiga berupaya mengangkat kultur Cirebon yang beragam ketengah-tengah publik melalui Perhelatan tersebut. Festival yang diadakan selama dua hari (25-26 September 2010) ini, telah menunjukan semakin berkembang dan membaurnya beragam kultur; mulai dari kultur “identitas” hingga kultur “racikan” ke dalam suatu strategi keterbukaan informasi publik. Dalam skala kecil Festival ini menandakan eksistensi Gardu Unik selama lima tahun waktu kerjanya serta perkembangan komunitas yang telah dicapai.

Jagakali Art Festival telah menjadi kegiatan rutin tahunan Gardu Unik yang digagas oleh Nico Permadi sebagai upaya mengangkat dan mempertanyakan kepada khlayak tentang isu lingkungan yang gencar diperbincangkan terlebih tentang pemanasan global. Dalam setiap kegiatan Jagakali Art Festival, Gardu Unik selalu berupaya memberdayakan masyarakat sekitar untuk terlibat secara langsung dalam perhelatan yang diperuntukan bagi khalayak luas ini.

Jagakali Art Festival III: Wong Waras (2010)

Dalam Jagakali Art Festival III: Wong Waras, disuguhkan pameran dan presentasi; lukis oleh murid-murid SINAU Art Course, video Kita Melihat: Kejawanan – sebuah proyeksi kerja Yahya Malik dari Kartoen Bitjara, video kompilasi dari Gardu Unik, KPSDC dan Sada Awi. Serta disuguhkan pula pertunjukan seni seperti Sintren dan Topeng Beling dari Sanggar Seni Sekar Pandan, Tari Topeng dari Sanggar Pringgawati, Barongsai dari Perguruan Beladiri Kelabang, Seni Beladiri Wushu dan Jejingkrakan dari Sekolah Luar Biasa Budi Utama Cirebon, musik keroncong oleh kelompok Semoga Ayah Cepat Pulang, musik akustik oleh Superkustik band, musik reagge dari band reagge ternama di Kota Cirebon yaitu Another Project, rampak perkusi dan rampak karinding oleh Chek Art Percussion, musik yang sangat eksperimentatif dialunkan oleh Tedi En bersama kelompok musik Hanyaterra dari Jatiwangi Art Factory (JaF) dengan menggunakan instrumen berbahan dasar tanah liat, Punk Barong – kesenian yang ditampilkan oleh kawan-kawan dari Komunitas Anak Seribu Pulau (Blora, Jawa Tengah), Monolog oleh Tusita Meta Devi, pembacaan puisi oleh kawan-kawan teater Gotrok Cirebon dan juga Oom Uus, dan penampilan Gola Bergawa mengiringi Jagakali Art Festival III: Wong Waras. Pada Jagakali Art Festival III: Wong Waras diadakan pula periksa kesehatan gratis bagi para pengunjung dengan bekerja sama Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) MAHARDIKA Cirebon serta penanaman 105 pohon oleh kelompok sepeda; Penggemar Sepeda Lama Indramayu (PEDAL), Kelompok Sepeda Antik Tjirebon (KESANT), Asosiasi Penggemar Sepeda Antik Cirebon (APACHE) dan COB Onthelis Batang (Pekalongan) yang kegiatannya didukung INDONESIA POWER Cirebon.

Pada Jagakali Art Festival III pun dipresentasikan video Kita Melihat: Kejawanan yang merupakan proyeksi Pantai Kejawanan, Cirebon oleh Yahya Malik dari Kartoenbitjara Indonesia. Dalam Proyeksi tersebut, Yahya Malik berupaya merekam aktivitas sosial di Kejawanan dengan mengacu pada tindakan massa yang menjadikan Kejawanan sebagai salah satu objek wisata di Kota Cirebon. Terdapat tiga video Kita Melihat: Kejawanan yaitu Juru Parkir, Penyewa Perahu, dan Pengunjung; dengan subjek – subjek sosial ini, Yahya Malik merepresentasikan pantai Kejawanan.

KPSDC adalah salah satu komunitas yang progresif di Kota Cirebon bidang yang mereka geluti yaitu desain dan seni. Partisipasi komunitas yang diorganisir oleh anak – anak muda dari sekolah WIT Cirebon ini, menampilkan Media Promosi Cirebon seperti video tentang kuliner, objek wisata, dan promosi – promosi lain tentang Cirebon. Kemudian mereka pun mempertunjukan musik yang lagu – lagunya merupakan kreasi sendiri, salah satunya berjudul Tarzan yang menyampaikan tentang arogansi manusia.

Kemudian ada presentasi lukisan dan foto oleh Iskandar Abeng yang penempatan ruang pada Jagakali Art Festival III berada dalam satu tenda yang panitia pinjam kepada Yon Arhanudse 14 Cirebon. Karya – karyanya merupakan hal – hal yang berada disekitar ruang lingkupnya sendiri; tentang teknologi yang menjadi sampah atau sebaliknya, ada pula tentang pasar malam, pengamen dan juga topeng.

Pembukaan Jagakali Art Festival III: Wong Waras, diawali prosesi oleh Gola Bergawa, Bulu, Oom Uus, dan Teater Awal Cirebon. Dalam prosesi tersebut, para pelaku melarung dan menghantar rangkaian buah ke Situs Petilasan Sunan Kalijaga yang bertempat tidak jauh dari ruang festival. Sebelumnya mereka membuat suasana “sakral” yang unik dengan bebunyian dan ditambah suara – suara yang dikeluarkan mulut Gola Bergawa membuat suara unik prosesi tersebut semakin kentara. Kemudian Jagakali Art Festival III: Wong Waras dibuka oleh Ratu Arimbi dari Kraton Kanoman.

Prosesi tersebut selesai dengan baik dan lancar yang disusul dengan rangkaian pertunjukan, pameran, presentasi dan kegiatan – kegiatan pendukung lainnya; pertunjukan musik oleh Komunitas Anak Seribu Pulau dari Blora membawa kita “menyelami” komunitas marjinal yang ada di Indonesia. Dengan lirik – liriknya, mereka berupaya menyampaikan pesan kepada pengunjung tentang eksistensi komunitas – komunitas tersebut. Suatu kebanggaan, Jagakali Art Festival III: Wong Waras telah menghadirkan komunitas Anak Seribu Pulau. Namun, tidak hanya pertunjukan musik saja yang disuguhkan oleh Komunitas Anak Seribu Pulau; Punk Barong demikian mereka menamai pertunjukan gerak yang sangat unik ini. Pertunjukan yang didalamnya menggunakan perangkat komputer, proyektor yang menampilkan video dengan memproyeksikannya pada pepohonan, tanah dan bidang lain yang ada di ruang festival. Sekalipun samar – samar, saya melihat salah satu materi video tersebut menampilkan sosok seorang Adolf Hitler. Kemudian para penampil menuruni tanggan menuju sungai yang saat itu arusnya cukup deras. Setelah naik kembali, mereka menampilkan pertunjukan dengan seruan – seruan; “..Jaga Tanah Kita, Jaga Kali Kita..”. Komunitas yang berencana menghelat FOREST FESTIVAL ini telah menyuguhkan suatu penampilan yang membuat Jagakali Art Festival III menjadi perhelatan yang unik dan tentunya multikultur.

Kemudian acara dilanjutkan oleh Pertunjukan Musik dari Hanyaterra. Musik yang disuguhkan oleh nada – nada dan bebunyian dari instrumen berbasis tanah liat ini memberikan nilai tersendiri dari Jagakali Art Festival kali ketiga tersebut. Gitar dari genting, alat pukul berbentuk seperti kendi yang mereka juluki sada tanah. Kemudian ada paduan suara serta vokal oleh Tedi En yang dikemudian waktu ia tampil solo dengan melantunkan petikan gitar yang ia akui hanya ada dua di Indonesia; salah satunya ada pada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Bicara soal pertunjukan musik, kelompok musik keroncong Semoga Ayah Cepat Pulang melalui lantunan lagu – lagunya seolah mengantarkan kita pada masa – masa lampau yang “digambarkan” oleh liriknya. Bukan hanya itu, penampilan kelompok musik keroncong yang dikelola oleh Bung Mamat Wong dan kawan – kawan ini mengalun mengiringi pengunjung berjoged dan semakin meramaikan perhelatan kali ini.

Kemampuan Jejingkrakan atau lompat – lompatan menggunakan trampolin oleh murid – murid Sekolah Luar Biasa Budi Utama mendapat acungan dan kebanggaan dari pengunjung Jagakali Art Festival III serta sudah tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi pelatihnya, Sandi dari PBD Kelabang. Pada kesempatan kali ini pun, ia bersama kelompok beladirinya ikut serta dengan menampilkan kesenian Barongsai. Perguruan Beladiri yang dipimpinnya telah berpartisipasi dan membantu dalam perhelatan tahunan ini sejak kali pertama Jagakali Art Festival diadakan.

Sekar Pandan merupakan sanggar kesenian yang bertempat di Kraton Kacirebonan dengan menampilkan tari topeng beling mereka berpartisipasi dalam Jagakali Art Festival III dengan pertunjukan yang menegangkan karena sang penari menari di atas pecahan kaca yang tajam, membuat pengunjung terpana. Bukan hanya itu saja, Sekar Pandan pun menampilkan pertunjukan Sintren yang merupakan kesenian tradisional Cirebon. Lalu ada juga pertunjukan tari topeng yang ditampilkan oleh Sanggar Seni Pringgawati pimpinan R. Aswirudin yang beralamat di Perum Gerbang Permai Pamengkang blok K. 12 No.1, Kabupaten Cirebon telah meramaikan Jagakali kali ketiga ini.

Kegiatan hari kedua di Jagakali art Festival III: Wong Waras diawali dengan kegiatan penanaman pohon oleh Komunitas – komunitas sepeda ontel di Cirebon, Indramayu, dan Pekalongan. Kegiatan ini merupakan kegiatan baru yang ada dalam rangkaian acara Jagakali Art Festival. Kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan – pertunjukan lain seperti salah satunya ialah musik reagge dari Another Project yang membawa kita pada “semangat reagge” dan berjoged dalam “kocokan” gitar ala reagge sehingga kurun waktu tersebut merupakan milik mereka. Another Project adalah band reagge yang kali pertama dihadirkan dalam Jagakali Art Festival. Lalu ada Superkustik yang dalam acara ini dinamakan Gardukustik memberikan penampilan terbaiknya bagi Jagakali Art Festival III 2010 dengan lantunan musik instrumental.Gardukustik telah makin meragamkan susunan acara pertunjukan kali ini. Dan pertunjukan seperti Punk Barong, Pertunjukan musik oleh KPSDC, pembacaan puisi oleh; teater gotrok, oom Uus, monolog, dan pertunjukan musik, gerak, sastra lainnya telah mengantar dan mengakhiri Perhelatan Jagakali Art festival III: Wong Waras dengan sukses.

Pemutaran Film WALL – E karya Pixar Studio dan Walt Disney yang bergenre kartun animasi ini dibagi pada hari pertama dan hari kedua; menajamkan bahwa perhelatan kali ini merupakan milik semua umur. Apalagi atribut atau ikon Mang Jaka, begitu kami menyebutnya, didesain sebagai tokoh kartun yang diaplikasikan pada semua media publikasi seperti kaos Jagakali Art Festival III: Wong Waras, kemudian desain undangan, spanduk dan Baligho menunjukkan bahwa Jagakali Art Festival III: Wong Waras tidak segmentif pada kalangan tertentu.

Jagakali Art Festival III: Wong Waras by Bayu Alfian is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.