Bulan lalu, peserta dalam komunitas Magis Yogyakarta diminta untuk menuliskan sejarah hidup masing-masing. Bagi saya, hal tersebut mengajarkan untuk peka terhadap masa lalu sebagai suatu proses yang penuh kegembiraan, kemarahan, kesedihan, dan banyak perasaan lainnya. Banyak pengalaman masa lalu dari teman-teman komunitas tersebut yang sangat inspiratif,penuh perjuangan, kesedihan. Proses personal yang menjadikan kami sebagai pribadi seperti saat kini. Sebuah refleksi yang saya dapat dalam pertemuan Magis, 8 Juli 2012.
Pada pertemuan Magis pagi ini, kami melakukan rutinitas seperti meditasi, dan olah gerak. Namun, ada hal yang berbeda dalam pertemuan tersebut karena kami diajak untuk menonton film “Disney’s The Kid”. Ada tuntutan untuk melihat film tersebut dengan iman dan merefleksikannya terhadap sejarah hidup. Hal yang janggal, karena sudah kebiasaan saya ketika melihat sebuah film ialah mengamati bagaimana scene direction, sinopsis, gagasan dan hal penyutradaraan lainnya. Namun, ketika mulai menonton film tersebut dengan refleksi terhadap sejarah hidup saya. Saya seolah memerankan langsung film tersebut (sekalipun aslinya, saya lebih keren daripada Bruce Willis..haha..haha..tapi, itu palsu).
Kembali kepada realitas: memutar kembali film sejarah hidup / kenangan saya!
Menjadi seorang tentara merupakan cita-cita ketika saya masih kecil. Cita-cita yang seolah mendapat pengarahan dari Papa yang berasal dari keluarga militer. Sehingga, papa pun bercita-cita menjadi tentara. Namun, dalam prosesnya ia berbakti sebagai Pegawai Negeri Sipil. Cita-cita saya seolah seperti jalan lain bagi cita-cita papa. Saat itu, tentara yang saya pahami ialah gambaran heroik, kuat, dan keras. Cita-cita ini juga seolah membentuk saya sebagai anak yang gemar berkelahi seperti seorang pahlawan yang menyelamatkan dunia hanya dengan perkelahian; dan mereka (pahlawan, red) selalu saja menang. Seperti halnya tokoh Kotaro Minami dalam film favorit saya, Ksatria Baja Hitam. Pesan pentingnya, kebaikan akan menang atas kejahatan. Maka, saya semakin menjadi anak yang ingin selalu menang dalam perkelahian.
Ada satu scene pendek, tapi menarik dalam film “Disney’s The Kid”. Ketika Russ Duritz dewasa mengingat satu kejadian masa lalu yang diceritakan oleh Russ Duritz kecil, mereka kembali ke tahun 1968. Lalu, lewat sebuah mobil VW Transporter berwarna cerah dan bertuliskan “PEACE”. 1968 merupakan era penting dalam sejarah perang dingin antara dua kubu ideologi besar, komunisme dan liberalisme; sebuah perang yang menarik pemuda-pemuda di Amerika Serikat untuk menjadi tentara dan berperang di Vietnam. Di sisi lain, muncul gerakan-gerakan yang menyuarakan anti perang dan menuntut pemerintahan Richard Nixon untuk menarik mundur tentara dari Vietnam. Salah satu suara yang menarik berasal dari seorang John Lennon melalui lagunya yang berjudul “Give Peace a Chance” (1969).
[youtube http://www.youtube.com/embed/RkZC7sqImaM]All we are saying is give peace a chance,
All we are saying is give peace a chance.
Ya, seperti seorang Russ Duritz yang berdamai dengan masa lalunya. Begitu pula, saya yang diajarkan untuk berdamai dengan masa lalu dengan mengolah sejarah hidup. Kini, saya berada di saat dimana saya ingin terus berproses.
“Buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.” Galatia 5:22-23
Pustaka:
- Injil
- Sejarah Hidup (privat)
- Wikipedia
- Film: Disney’s The Kid
- Film: The U.S. vs. John Lennon
Mengolah Kenangan untuk Perubahan by Bayu Alfian is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.