Sudah setahun lebih saya lulus dari pendidikan terakhir saya. Banyak hal yang sudah terjadi yang menuntut saya melakukan sesuatu seperti memecahkan masalah saya sendiri bahkan masalah orang lain. Pada taraf perkembangan saya, saya merasakan menjadi manusia yang semakin introvert dan memilih untuk menjadi observer dibanding harus ikut nimbrung dan mengatakan yang akhirnya dipersepsikan berbeda oleh orang lain. Dari pengalaman dan pengamatan saya terhadap perilaku ketika sedang menghadapi suatu persoalan, maka seseorang akan cenderung melakukan mekanisme pertahanan diri yang cenderung menyalahkan orang lain dengan caranya. Bagaimana itu bisa terjadi? Ya… karena seseorang dalam kondisi terpojok dan tidak mau dipersalahkan atas hal negatif yang terjadi. Saya jadi ingat masa kuliah saya dulu, banyak sekali literature yang saya baca berkaitan dengan kepribadian, dikarenakan skripsi saya pun berkaitan dengan personality of lesbian. Dari situ saya mengenal beberapa mekanisme pertahanan diri yang digunakan individu bergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialami. Dalam buku Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Gerald Corey, 2009), mekanisme- mekanisme pertahan diri sama- sama memiliki dua ciri: menyangkal dan mendistorsi kenyataan, dan beroperasi pada taraf tidak sadar. Teori Freud adalah model pengurangan ketegangan atau sistem homeostatis.
1. Penyangkalan
Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan “menutup mata” terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Seperti pengalaman saya ketika harus merasakan patah hati atau ditinggalkan seseorang untuk kali pertama, saat itu saya cenderung membutakan diri terhadap apa yang telah terjadi. Saya menganggap hal itu tidak pernah terjadi dan seseorang itu tidak pernah pergi dari kehidupan saya.
2. Proyeksi
Proyeksi adalah mengalamatkan sifat- sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Contohnya ketika saya tidak bisa mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik dan benar, saat itu saya akan menilai orang lain tidak dapat bekerja dengan baik dan benar, hal ini saya lakukan karena saya tidak bisa menerima kelemahan yang ada dalam diri saya dan memroyeksikan kelemahan itu sebagai kelemahan orang lain. Untuk menghindari kesakitan karena mengakui bahwa di dalam diri saya terdapat dorongan yang dianggap lemah/ jahat, saya memisahkan diri dari kenyataan ini.
3. Fiksasi
Fiksasi adalah menjadi “terpaku” pada tahap- tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi; kecemasan menghambat si anak belajar mandiri.
4. Regresi
Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan lebih awal yang tuntutan- tuntutannya tidak terlalu besar. Contohnya seorang anak yang takut ke sekolah memperlihatkan tingkah laku infantile seperti menangis, mengisap ibu jari, bersembunyi, dan manggantungkan diri pada guru.
5. Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan- alasan yang “ baik” untuk menghindarkan ego dari cedera; memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan. Seperti pengalaman saya ketika naskah teater yang saya buat dan sudah dilatihkan beberapa kali, tiba- tiba diganti tanpa sepengetahuan saya. Ketika itu saya berpikir bahwa mungkin memang naskah itu terlalu “berat” dan mereka merasa tidak enak hati untuk meminta persetujuan saya untuk mengganti naskah sehingga mereka menggantinya tanpa mengatakan dulu pada saya. Suatu bentuk rasionalisasi yang dipaksakan sih… tapi itu bisa jadi pelipur lara untuk diri sendiri. Seperti kalimat berikut: “ I like rumours! i find out so much about me that i didn’t even know”, cukup rasional kan?
6. Sublimasi
Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan- dorongannya. Contohnya, dorongan agresif seseorang yang disalurkan dibidang olah raga sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan perasaan agresifnya, dengan kegiatan itupun dia bisa memeroleh prestasi. Sedikit mirip dengan katarsis sih… katarsis emosi sendiri lebih pada penyaluran emosi ke aktifitas yang lebih sederhana seperti ketika saya marah, saya akan memersibukkan diri dengan mengepel lantai? Kenapa mengepel lantai? Karena bagi saya dengan memebersihkan lantai, itu seperti membersihkan perasaan jengkel saya. Setidaknya selain emosi negative saya tersalurkan, lantai rumah juga bersih :p
7. Displacement
Displacement adalah mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang lain yang dituju tidak bisa dijangkau. Sering melihat orang yang dengan ekspresi cemberut tiba- tiba menendang apapun yang ada di depannya? Nah itu merupakan contoh displacement, karena merasa jengkel dengan seseorang maka objek lain menjadi sasaran
8. Represi
Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan; mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran, atau menjadi tidak menyadari hal- hal yang menyakitkan. Pada dasarnya penekanan atas perasaan negatif akan berdampak pada pengalaman bawah sadar yang kita lakukan pada kehidupan sehari- hari. Contohnya pengalaman negatif terhadap laki- laki yang direpres, suatu saat nanti akan menjadi ketidaksadaran personal yang membuatnya bersikap tertutup berhubungan dengan laki- laki. Hal tersebut merupakan contoh kecil yang akan berakibat besar ketika seseorang merepres perasaan mereka.
9. Formasi reaksi
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat- hasrat tidak sadar, jika perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan untuk menyangkal perasaan yang menimbulkan ancaman tersebut. Contohnya ketika kita membenci seseorang, sebagian dari kita mungkin akan bersikap sangat baik terhadap orang tersebut sebagai upaya menutupi kebenciannya. (Sumber: Corey, Gerald; Teori Praktek Konseling dan Psikoterapi; 2009)
Ya sementara itu dulu ya yang bisa saya bagikan 🙂 yuk mari berbagi juga yang kalian tahu 😀
Tipe- tipe Mekanisme Pertahanan Diri by A. Indah Purnama is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.