Membeli Rumah itu Wajib Banget, Milenial!

95 persen generasi milenial terancam tidak mampu membeli rumah. Meskipun, generasi kelahiran 1980-an sampai 1997 ini mendominasi lapangan pekerjaan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Rumah123, hanya 5% generasi milenial yang akan mampu membeli rumah hingga 2020.

Rumah123 bekerja sama Karir.com membandingkan kenaikan tahunan harga rumah dan penghasilan. Hasilnya, kenaikan penghasilan generasi milenial tergerus sekitar 7% dibandingkan kenaikan tahunan harga rumah yang mencapai 17%. Kondisi ini diperparah dengan ketidakmampuan untuk membayar down payment (DP) yang minimum 20-30% dari harga jual rumah.

Hal tersebut tercantum dalam hasil survei Rumah123, yaitu dari total 1.922 responden, 43,44% menjawab alasan belum memiliki hunian dikarenakan ketidakmampuan membayar DP. Selain DP, sebanyak 28,17% karena penghasilan yang tidak mencukupi cicilan, 14,84% menjawab terlalu banyak utang, dan 13,55% menjawab kurangnya keamanan dan stabilitas pekerjaan.

Mimpi Membeli Rumah

Saya dan istri menyetujui survei tersebut karena mengalaminya secara langsung. Berawal dari mimpi mempunyai rumah sendiri saat kami masih berpacaran. Saat itu, kami berpikir untuk tidak tinggal bersama orang tua. Pada 2013, kami membeli rumah di Cirebon dengan cicilan Rp700.000-an per bulan. Saat itu, DP hanya 6 jutaan rupiah. Tiga bulan kemudian, DP naik menjadi Rp10.000.000-an. Bahkan, pada 2015, seorang teman membeli unit di perumahan yang sama dengan DP 29 juta rupiah.

Sekarang, dari perumahan tersebut kita bisa berkendara sekitar 1 jam untuk menuju Kertajati Internatioal Airport yang baru dibuka pada 28 Mei 2018. Ya! harga jual perumahan tersebut melambung setinggi pesawat-pesawat yang take-off dari bandara itu. Setidaknya, bagi kami mimpi membeli rumah sudah terwujud dengan indah. Meskipun, rumah tersebut tidak kami tempati sendiri karena berdomisili di Jakarta. Paling tidak, kami menganggapnya sebagai investasi yang menguntungkan.

Empat tahun sejak membeli rumah tersebut, kami pun menikah. Tentunya, kami kembali berkeinginan untuk mempunyai rumah tinggal. Terutama, setelah kami honeymoon di Desa Penglipura, Bali. Rumah di desa ini sangat asri dan tertata.

Ya, mimpinya punya rumah di kompleks se-asri itu. Kalau pun (di Jakarta) ada kompleks seperti itu, harganya sudah sangat mahal seperti perumahan lainnya di ibu kota.

Kalau mengenai harga, paling memungkinkan, kami membeli unit apartemen. Namun, kami sama sekali tidak tertarik membeli apartemen untuk tempat tinggal karena hanya bisa memiliki bangunan, bukan tanahnya. Pun, bangunan mengalami penyusutan nilai. Belum lagi, lahan parkir yang sangat sempit. Kami pun mengurungi niat membeli rumah sampai akhirnya ‘terjebak’ marketing perumahan yang mengumbar cicilan 2 jutaan rupiah per bulan.

Setelah membayar NUP, kami mengikuti ‘ritual’ pemilihan unit perumahan di sekitar Kelapa Gading. Rumah mungil berukuran 4×8 meter persegi sudah ada dibenak kami. Sayangnya, cicilan 2 jutaan rupiah itu baru bisa dimulai pada bulan ke-4. Pada bulan ke-1 sampai dengan ke-3 harus menyicil sebesar 70 jutaan rupiah per bulan.

Menanti Rumah Kedua

Tidak lama sejak ‘tertipu’ konten marketing yang too good to be true, kami pun bisa membeli rumah di Bekasi, Jawa Barat. Perumahan yang tidak jauh dari AEON Mall ini sangat sesuai dengan keinginan kami.

Kompleks perumahan yang asri dan berada di belakang Kota Harapan Indah. Kami mendapatkan banyak keuntungan. Salah satunya, kami mendapatkan keringanan pembayaran uang muka untuk membeli properti. Penantian pun berlanjut sampai rumah cluster pilihan kami rampung.

Kalian kapan punya rumah sendiri? Jangan tunggu warisan dibagikan ya. Yuk! Kita bertetangga. Sampai jumpa lagi, wahai generasi milenial.

Membeli Rumah itu Wajib Banget, Milenial! by Bayu Alfian is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.