ta.
Pernah suatu kali dia bertanya untuk apa dia hidup dan belajar, tapi tak ada jawaban. Dia menjawab sendiri pertanyaan itu dengan idealisme yang sudah tertancap di ubun- ubun. Tak ada yang tahu apa yang ada di pikirannya.
Bacaan yang dibaca kakaknya sudah dia baca pula, kata- kata yang dimuntahkan padanya sudah dia telan kembali, nyanyian kasar dari bapaknya turut dia senandungkan kapan pun dan dimana pun, belaian lembut ibu sewaktu tidur telah dibawa dalam mimpi. Tiap pagi dia pergi ke sekolah dengan semangat, menenteng tas kecilnya dan bersiul kecil, sesampai di sekolah dia selalu menerima seruan dari sang guru maupun makian dari teman- temannya.
Usut- punya usut, semua itu adalah kompensasi dari kemarahan mereka pada hidup. hmmm… kasian sekali anak ini…. Tapi, untung saja, setelah besar dia mengerti dan selalu berusaha mengerti apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh mereka. Dia selalu mempunyai mimpi dan memperjuangkan mimpi itu; mimpi untuk kaya (mungkin ingin seperti Bill Gates…). Mimpi untuk membahagiakan hidupnya dan berhenti mengeluh tentang masalah. Perlu diketahui bahwa masalah adalah sahabat karibnya selama ini. Dia ingin ke eropa merasakan 4 musim.
Itu adalah impian permanennya yang selalu dia gumamkan. Walaupun, semua orang mengatakan bahwa dia tidak realistis. Dia adalah seorang pemimpi ulung!
Mataku by A. Indah Purnama is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.