Konferensi Asia Pasifik ke-6 Mengenai Kesehatan dan Hak-Hak Reproduksi dan Seksual

Sebuah Catatan: The 6th Asia Pacific Conference on Reproductive and Sexual Health and Rights (6th APCRSHR)

Histori

6th APCRSHR dimulai di Hague ketika diadakannya evaluasi ICPD+5  pada tahun 1999. Selama berlangsungnya acara tersebut, beberapa delegasi dari Asia yang termasuk diantaranya dari Filipina, Malaysia, India, dan delegasi lainnya merasakan bahwa tidak adanya cukup ruang untuk pertukaran pengalaman dalam mengimplementasikan pergeseran paradigma yang dikemukakan oleh Rencana Aksi ICPD pada 1994. Mengakui keberagaman pengalaman dan pembelajaran oleh para delegasi  dari Asia sebagai percobaan untuk menerapkan paradigma baru, Para delegasi Asian memikiran untuk mengorganisir sebuah konferensi tingkat regional dimana orang-orang di Asia bisa berbagi pengalaman dan saling berkoneksi untuk hasil yang lebih sinergis.[1]

Forum Remaja di 6th APCRSHR

Beberapa format dalam konferensi yang diadakan pada tanggal 19 – 22 Oktober 2011 di Yogyakarta tersebut, diantaranya adalah Sidang Paripurna (Plenary Session), Sesi Paralel (Parallel Session), Sesi Poster/Plakat (Poster Session), Kunjungan Medan/Area (Field Visit), dan Forum Remaja (Youth Forum). Forum Remaja hanya diadakan selama satu hari sebelum konferensi. Forum Remaja dirancang untuk memberikan kesempatan kepada partisipan berdiskusi mengenai remaja terkait dengan isu global, dan untuk membangun kapasitas / kemampuan dalam berjejaring dan advokasi [1]. Forum ini mengemukakan topik tentang edukasi seksual yang luas dan lengkap (komprehensif) untuk terciptanya pelayanan yang baik bagi remaja (From “CSE – Comprehensive Sexual Education” to Youth Friendly Services). Dalam Forum Remaja diisi sesi parallel yang dibagi menjadi 4 (empat) topik, yaitu Youth Friendly Services difasilitasi oleh Nancy, Lead Youth Initiative difasilitasi oleh Kiko, Youth Diversity difasilitasi oleh Kurnia, dan Comprehensive Sexual Education (CSE) difasilitasi oleh Rishita.

Youth Forum

Pengalaman Personal

Saya merupakan salah satu orang yang beruntung karena bisa berpartisipasi dalam 6th APCRSHR mengingat registrasi yang saya lakukan pada tanggal 17 Oktober 2011. Padahal, penutupan registrasi pada tanggal 5 Oktober 2011. Saya berpartisipasi di 6th APCRSHR sebagai remaja (youth) dalam Forum Remaja. Pada awalnya, saya sempat berpikir kegiatan tersebut hanya menjadi “ritual” dengan segala macam simbolisasi. Namun setelah sesi pembukaan selesai dan masuk dalam sesi parallel dimana banyak sekali remaja yang aktif mengemukakan pendapatnya, saya menjadi bersemangat untuk memperhatikan.

DSC00021
Penulisan Opini

Dalam sesi parallel tersebut, saya memilih topik mengenai Comprehensive Sexual Education (CSE) karena banyak sekali stereotip mengenai remaja terkait dengan seksual; kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, seks bebas, dan sebagainya. Ketika saya mengetikkan kata “remaja” pada mesin pencarian dan memilih tab gambar, yang muncul teratas adalah gambar-gambar adegan seks. Bahkan dalam sebuah video iklan layanan masyarakat di Indonesia mengenai program keluarga berencana oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menggambarkan keadaan seorang remaja yang hamil diuar pernikahan tampak buruk dibandingkan dengan temannya yang sukses karena dapat terus bersekolah.

Dalam kelompok CSE, sebut saja begitu, kami diajak untuk mengemukakan kesetujuan atau ketidaksetujuan atas pertanyaan atau pernyataan yang disampaikan oleh Rishita. Beberapa pernyataan yang saya catat, diantaranya 1. ABC (A: Abstain / berpantang, B: Be Faithful / Setia pada pasangan, C: Comdomize / menggunakan kondom saat melakukan hubungan seks) merupakan pendidikan seksual (CSE), 2. Pendidikan seks  hanya untuk remaja berusia di atas 16 tahun, 3. Pendidikan seks harus diterapkan berdasarkan persetujuan dari orang tua.

Pada pernyataan pertama, 16 orang menyatakan setuju dan 22 orang menyatakan tidak setuju. Pendapat dari partisipan yang setuju salah satunya dikemukan oleh Agung, Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, ABC itu seperti tools atau komponen dalam CSE. Rishita menyatakan bahwa kehamilan pada remaja karena tidak mampu bernegosiasi, untuk mengatakan “tidak!”.

Pada pernyataan kedua, seluruh partisipan menyatakan tidak setuju karena seksual adalah siklus biologis yang dialami manusi, bahkan bagi gadis berusia 9 tahun yang mengalami kali pertama menstruasi. Sedangkan pada pernyataan ketiga hanya 2 orang yang menyatakan tidak setuju. Salah satu diantaranya, Pernus dari Papua, menggambarkan mengenai situasi dimana orang tua menutup mata anaknya ketika ada adegan berciuman dalam tontonan di televisi. “Kalau begitu berarti orang tuanya yang salah” timpal John Kocu yang berasal dari pulau yang sama. Wow Seru!

Dalam konferensi tersebut, tidak luput bagi saya untuk mencari koneksi sebanyak mungkin. Karena bagi saya, dalam acara apapun yang membuka kesempatan berkenalan, berbagi pengalaman  dengan orang-orang baru harus bisa diimbangi dengan mendapatkan koneksi teman-teman yang baru juga. Kalau kata pepatah lama, “tak kenal maka tak sayang”. “Siapapun yang setuju berdiri ‘di sini’, yang tidak setuju berdiri ‘di sana’”, mungkin itu yang akan diucapkan Rishita, seperti yang sering dia ucapkan saat dia memfasilitasi kelompok CSe

Presentasi

Setelah sesi di kelompok CSE selesai, kami beristirahat. Kemudian sesi presentasi oleh 4 kelompok dengan topiknya masing-masing. Kelompok dengan topik inisiatif remaja (lead youth inisiatif) mempresentasikan mengenai adanya isu kurangnya penguatan remaja oleh keluarga, kemitraan antara remaja dan orang dewasa, kurangnya informasi dari beberapa kelompok agama, kurangnya pelayanan yang baik bagi remaja, kurangnya implementasi. Edukasi mengenai Hak untuk Kesehatan Seksual dan Reproduktif (Sexual and Reproductive Health Rights “SRHR”); dalam hal informasi harus mencakup kehamilan yang tidak diinginkan, hubungan seks yang tidak beresiko, stigma dan diskriminasi, identitas, akses bagi remaja.

Presentasi oleh Peserta Forum
Presentasi oleh Peserta Forum

 

Kelompok CSE mengemukakan mengenai keterampilan hidup, informasi mengenai kontrasepsi, aktivitas seks yang positif, hubungan seks yang aman, konseling, ODHA (orang-orang dengan HIV/AIDS), orang-orang disekitar ODHA. Pernyataan CSE mencakup kurikulum sekolah yang komprehensif mengenai pendidikan seks, Pelatihan bagi guru-guru, pengetahuan mengenai kehamilan dan aborsi, perspektif gender, kekerasan dan pelecehan seksual, kesehatan reproduktif.

Kelompok dengan topik pelayanan yang baik bagi remaja (youth friendly services) mengemukakan isu remaja malu untuk mendapatkan pengetahuan mengenai SRHR, pemerintah yang menolak program terkait SRHR, kendala geografikal – pedesaan yang tidak terjangkau, kurangnya pendanaan. Penanggulangannya dengan tidak menyerah (putus asa ), remaja tidak malu untuk mendapat pengetahuan mengenai SRHR, pemerintah tidak menolak program-program terkait SRHR, pendekatan psikologis, menjangkau wilayah pedesaan, dukungan pendanaan, peran media.Kelompok keberagaman remaja (youth diversity) mengemukakan isu yang ada di Indonesia seperti anggap buruk mengenai lesbian-gay-biseks-transeks-interseks, latar belakang pendidikan, akses yang terbatas, tidak adanya undang-undang dari pemerintah mengenai CSE, perbedaan Ras diantara remaja, stereotip terhadap remaja yang tinggal dijalanan dan razia oleh Satpol PP, pendidikan seks dalam komunitas kepercayaan (agama [penyesuaian]). Sedangkan isu di Cina mengenai diskriminasi terhadap remaja di pedesaan, peluang pekerjaan yang tidak setara, tidak dapat menikah dengan latar belakang perbedaan ekonomi, diskriminasi di sekolah dan keluarga terhadap orang-orang dengan orientasi seks lesbian-gay-biseks-transeks (LGBT), bagi LGBT hanya nyaman dengan kelompoknya sendiri sejak masyarakatnya tidak bisa menerima. Maka harus adanya tindakan bukan hanya bicara, adanya kebutuhan, ketertarikan, kekhususan, kebudayaan dan gender, menghilangkan diskriminasi terhadap anak-anak jalanan, adanya ruang-ruang untuk ekspresi diri, pelayanan kesehatan yang khusus, konsentrasi bersama sebagai dasar tindakan yang fokus, kesetaraan atas hak-hak asasi manusia, hak politik bagi komunitas LGBT.Advokasi yang harus dilakukan diantaranya, peraturan daerah mengenai HIV/AIDS, mendorong pemerintah untuk mengadakan pendidikan seksual yang komprehensif (CSE), dan mengungkap cerita-cerita mengenai keberagaman remaja melalui media audio visual.

Konferensi Asia Pasifik ke-6 Mengenai Kesehatan dan Hak-Hak Reproduksi dan Seksual by Bayu Alfian is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.